Yaa.. aku sedikit gemes sama salah satu dosen pembimbingku. Gemesnya sih bukan benci cuma kok ya sampe segitunya itu lho sifatnya, padahal S2 lho, ini mau lanjut S3 tapi kok ya sifat dan sikapnya itu 'sesuatu'. Ayo dong profesional, jangan campur adukkan semua permasalahan dalam ruang lingkup perkuliahan apalagi imbasnya ke mahasiswanya. Kita jadi korban tak berdosa ini ceritanya. Ruang gerak kita juga 'majumundur' disisi lain kita ingin maju, tapi disisi lainnya kita terhambat sama sikapnya. Beliau menyuruh aktif, tapi selalu seenaknya sendiri ya bukan kita sebagai mahasiswa dong yang salah. Yang aku heran itu, apa yang beliau dapet selama kuliah apa nggak diterapin dalam hidupnya. Aku jadi inget mata kuliah Modifikasi Perilaku, beliau gembargembor perilaku yang jelek harus dirubah, ehm.. nampaknya tidak diterapin nih sama diri sendiri. Materi yang disampaikan pada perkuliahan nampaknya sudah sangat jelas bahwa kita sebagai mahasiswa jurusan Psikologi (dan juga beliau) sebenarnya adalah pasien yang berobat jalan memperbaiki perilaku dan kepribadian kita masing-masing.
Bukan hanya aku yang gemes sama beliau, tapi hampir seluruh angkatan mengakuinya karena sepertinya perilakunya sudah membudidaya. Dan itu memberiku inspirasi untuk tidak seperti beliau ketika kelak aku menjadi dosen. Aku akan memperlakukan mahasiswaku seperti teman, mungkin tidak ada batasan aku dosen dan yang lain mahasiswaku. Kita sama-sama makan nasi dan kedudukan bukan hal yang perlu dipertanyakan. Kelak mahasiswaku mau sms jam berapa saja, bagaimana bahasa smsnya, aku tidak akan mempermasalahkannya karena memang semua itu gak penting bagiku. Aku digaji ya untuk membimbing mereka dan membuat mereka senyaman mungkin berhubungan denganku.
Beliau ini moody'annya ampun deh, dan kayaknya hampir setiap saat selalu begitu. Itu yang menjadi salah satu hambatan bagi kita sebagai mahasiswa untuk menghubunginya. Kita sama-sama memiliki urusan dan permasalahan tetapi bukan berarti harus mencampuradukkan pribadi dengan pekerjaan kan. Masalahnya sekarang, saat dosen pembimbing yang lain sudah bergegas melakukan presentasi terakhir, yup.. dosen pembimbingku belum juga mengumumkan kapan presentasi terakhir dilaksanakan (baca: tidak jelas). Hidup rasanya seperti digantungkan, maksud kami ya biar cepat selesai tidak tergantung antara iya dan tidak. Dan takutnya di akhir perkuliahan atau bahkan di minggu tenang, beliau bakal membebani kita dengan presentasi yang seharusnya bisa dilaksanakan sebelum minggu tenang. Apalah arti minggu tenang bagi mahasiswa jika masih memiliki tanggungan perkuliahan dan masih kekampus mengurus hal-hal yang bukan kesalahannya.
Ini nih yang lucu, kehidupan ya kehidupan. Mahasiswa ada senengnya ada dukanya. Kalo kata kakak kelas "Surga itu ada di telapak tangan dosen". Menjadi mahasiswa tidak harus pintar karena semua keputusan ada di tangan dosen sesuai dengan 'mood' dosen masing-masing.
No comments:
Post a Comment