Kami : Gita dan Zendy
Kalian : Bapak Ibu
Aku tahu kalian khawatir pada kami, terutama aku. Kalian tidak ingin melihatku 'down' lagi seperti dulu waktu aku patah hati. Memang, kami setiap hari bertemu, lengket seperti perangko (kata tanteku), kemana-mana berdua, pagi-pagi sudah jalan-jalan, tapi tetap kami tahu aturan, tahu sopan santun, tahu tata krama, dan menghormati orang tua serta aturan-aturan orang tua seperti jam pulang rumah. Kami berusaha bersama, bekerja keras bersama, saling membantu sehingga tidak ada beban di antara kami.
Aku menganggap ini bukan sekedar pacaran main-main. Kami serius, kami sudah saling yakin, saling percaya, dan mantap pada pilihan ini. Hubungan kami santai tapi pasti, serius tapi tidak kaku, penuh candaan tapi tegas. Zendy benar-benar dewasa, dia bisa memposisikan dirinya sebagai anak pertama, sebagai kakak dari adik-adiknya, sebagai rekan kerja, sebagai teman main, sebagai pacar, sebagai sahabat, dan tentunya sebagai calon menantu di depan orang tuaku.
Dia sudah aku kenalkan ke keluarga besar dari Bapakku di Krian waktu lebaran kemarin, bahagianya tidak bisa diucapkan ketika Bapak Ibuku mengadakan obrolan, guyonan, atau perintah sederhana yang bisa mendekatkan mereka. Dulu bagi kami ini hanya mimpi, tapi sekarang semua terjadi. Ini bukti Allah itu Ada, doa-doa yang kami panjatkan setiap hari. Perlahan menunjukkan hasilnya.
Ketakutan dan kekhawatiran Bapak Ibu memang beralasan mengingat dulu bagaimana 'shock' dan 'down' nya aku ketika patah hati. Mengurung diri di kamar, tidak makan, keluar kamar hanya untuk solat, pikiran kacau, muka kusut. Aku memang tidak bisa menjanjikan keberhasilan hubunganku dengan Zendy, begitupun juga dia, tapi kami benar-benar berusaha menjaga hubungan ini, hanya waktu yang dapat membuktikan keseriusan kami. Aku sudah tidak mau yang lain, begitupun dia. Kami berjanji sebisa mungkin tidak akan pernah mengecewakan kalian. Percaya pada kami.